Media gumukmas - Jarum jam menunjuk pukul 02.30 Wita. Muhammad Khaidir menembus dinginnya subuh, Senin, 10 Desember 2018. Menuju rumah sepupunya di Jeneponto.
Namun di Kampung Jatia, Desa Mata Allo, Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa, Khaidir singgah mengetuk pintu sebuah rumah. Milik YDS (49), salah seorang warga yang belakangan menghabisinya dengan hantaman balok.
Dari press rilis Kapolres Gowa, AKBP Shinto Silitonga di Mapolres Gowa, Rabu (12/12/2018), mahasiswa UIT disebut mengetuk pintu beberapa kali, namun tak dibukakan.
Khaidir kemudian berjalan ke dalam Masjid Nurul Yasin yang tak jauh dari rumah YDS, dan disebut melakukan kegiatan yang agresif terhadap barang-barang di dalam masjid.
Dari corong masjid, marbot Nurul Yasin, RDN (47) berteriak. "Maling...maling!!!". Warga pun berdatangan.
YDS kemudian keluar dari rumah, dan menegur Khaidir. Namun Khaidir tidak menanggapi, sehingga warga mulai berdatangan dan terpancing marah. Mereka pun mulai menganiaya pemuda asal Selayar itu.
Salah seorang warga berinisial ASW, menendang badan korban dan menganiaya berulang kali dengan kepalan tangan. HST (18), menendang korban, memukul paha dan badan korban berulang kali.
Kemudian IDK (52), memukul lengan dan badan korban dengan menggunakan kepalan tangan, membuka helm korban, lalu menghantamkan ke pipi korban. SDS (53) memukul korban berulang kali dengan gunakan kepalan tangan.
INA (24), menendang kepala dan memukul perut korban. YDS (49) memukul kepala korban gunakan kepalan tangan dan balok kayu.
Barang-barang yang digunakan untuk menghabisi korban pun jadi barang bukti. Dari TKP, polisi mengamankan 1 batang balok sepanjang 1 meter, 1 papan bicara bertuliskan dilarang buang sampah, 1 lembar sarung, 1 pecahan kaca, 1 buah stand mic, 1 buah potongan kayu yang patah.
Sementara barang milik korban, berupa 1 buah tas selempang warna cokelat. Juga 1 buah tas punggung milik korban, 1 pasang baju kemeja lengan pendek warna abu-abu gelap dan celana cokelat milik korban, motor milik korban dalam kondisi terbakar, 1 buah helm milik korban, dan 1 pasang sandal jepit warna hitam.
"Polres Gowa tidak akan mentolerir terjadinya aksi kekerasan oleh warga. Mereka secara sewenang-wenang main hakim sendiri. Negara kita adalah negara hukum yang tidak mentolerir main hakim sendiri," tegas Shinto Silitonga.
Dari autopsi tim dokter forensik RS Bhayangkara Polda Sulsel, luka yang terdapat pada tubuh korban yakni, luka memar pada mata sebelah kanan akibat persentuhan benda tumpul, luka robek dan lecet pada pipi kanan, luka robek pada alis kanan, luka robek pada daun telinga kanan, juga patah pada bagian rahang bawah.
Selanjutnya, luka memar dan robek pada kepala bagian belakang, luka memar pada telapak tangan, luka robek pada betis kanan, luka robek pada pergelangan tangan kiri, dan resapan darah pada kepala.
Sementara itu, seorang guru di Selayar yang merupakan rekan kerja kedua orang tua almarhum Muhammad Khaidir, merasa terganggu dengan berita yang berseliweran di media sosial, bahwa Khaidir dikeroyok massa karena hendak jadi maling.
Guru dengan akun Sunarty Selayar memposting di linimasa Facebooknya, meminta agar publik berhenti mengecam dan menuduh almarhum sebagai maling.
Menurutnya, itu adalah pembenaran yang digiring oleh pihak pelaku. Korban juga dikatakan mengamuk di masjid. Itu kata Sunarty, kemudian dijadikan dasar para pelaku, untuk menghabisi nyawa korban.
Sunarty menulis, apapun namanya, Islam tidak membenarkan main hakim sendiri tanpa tabayyun, atau mencari kejelasan sesuatu sampai jelas kebenarannya.
"Apalagi Nakda Muhammad Khaidir dihabisi nyawanya dengan sadis, tak perperikemanusiaan. Wahai Massa yang di Bajeng sana, tidak adakah hati Nurani kalian, bahwa yang kalian hakimi ini adalah seorang manusia bukan binatang," tulisnya.
Sunarty menyebutkan, banyak yang mengatakan korban sedang depresi, mengamuk atau mau mencuri.
Sunarty menceritakan, di malam kejadian, saat menuju ke Jeneponto untuk menemui sepupunya, Khaidir singgah di rumah indekos teman sekampungnya, untuk salat Isya.
Sesudah salat, korban dengar murottal dan wudu lagi. Teman-temannya pun bertanya, "Kenapa wudu lagi, na sudahmaki salat?" Jawaban korban, "Memangnya maupaki salat baru wudu."
Sunarty juga menceritakan, menurut kedua orang tuanya, akhir-akhir ini, korban suka sekali salat tahajud. Bahkan, dia sempat menelepon orang tuanya dua hari sebelum kejadian, untuk bangun salat tahajud.
"Di malam kejadian, boleh jadi Nakda (Khaidir) singgah di masjid untuk beristirahat, karena sudah pukul 02.30 dini hari, ataukah mungkin juga Nakda mau salat tahajud," tulisnya lagi.
Sunarty juga membeberkan, jika dikatakan mengamuk atau mau mencuri, kenapa di malam kejadian, korban memarkir motornya di dekat masjid dengan cara dikunci leher.
"Logikanya, kalau ada perencanaan mau mengamuk, pastilah motornya tidak akan dikunci leher. Karena dia pasti akan melarikan diri dengan cepat," paparnya.
Apalagi lanjut Sunarty, mencuri itu sangat tidak mungkin, karena selama 8 tahun 7 bulan dia bergaul dengan keluarga korban, dia merasakan keluarga Khaidir bukanlah orang yang kekurangan.
Menurut Sunarty, bapak korban (H. Baharuddin S.Pd) adalah kepala sekolah, dan ibunya (Hj. Hasnillah) adalah seorang guru.
"Keluarganya juga cukup terpandang di Manarai. Dan baru 3 hari lalu, korban dikirimi uang oleh orang tuanya sebanyak Rp2 juta," jelasnya.
Selama mengajar di Manarai, Sunarty juga tak pernah sekalipun mendengar, atau melihat tindak kriminalitas yang dilakukan korban.
"Masih banyak hal-hal positif lain yang diceritakan orang-orang terdekat Nakda, yang membuktilan bahwa Nakda adalah orang baik. Jadi tolong melalui FB ini, mari kedepankan prasangka baik kita. Biarkan aparat hukum yang bekerja sampai tuntas mengusut masalah ini, semoga keluarga diberi ketabahan dalam musibah ini," pungkas Sunarty.
Open Comments Close Comments