Media gumukmas - Pemerintah Kabupaten Jember berusaha maksimal dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat menolak tambang emas di Kecamatan Silo. Salah satunya dengan menempuh jalur non litigasi ke Kementerian Hukum dan HAM RI.
Jalur non litigasi ini dalam bentuk sidang mediasi, yang digelar Jumat siang, 14 Desember 2018. Bupati Jember dr. Hj. Faida, MMR. menyampaikan permasalahan terkait Kecamatan Silo yang masuk dalam wilayah tambang hingga membuat masyarakat resah.
Materi pokok yang disengketakan adalah terbitnya Keputusan Menteri ESDM No. 1802 tanggal 23 April 2018 soal Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (WIUP) Blok Silo seluas 4.000 ha lebih, dengan jenis pengusahaan bahan mineral logam emas.
Bukan hanya masyarakat Silo dan "sekitarnya yang menolak, tetapi seluruh masyarakat Jember. Bukan hanya saat ini saja kami menolak, tetapi sudah mulai puluhan tahun lalu. Nah dengan terbitnya WIUP Blok Silo ini sangat meresahkan masyarakat. Untuk itu kami menempuh jalur yang sudah disediakan pemerintah melaui sidang nonlitigasi ini," ujarnya.
Bupati Faida berharap bahwa nantinya tidak ada lagi Blok Silo, karena masyarakat bersama pemerintah telah berupaya untuk mengembangkan perekonomian melalui bidang-bidang yang lain.
Dalam sidang itu terungkap pengajuan Blok Silo dilakukan pada 29 Februari 2016 oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur kepada Kementerian ESDM, dengan menggunakan dasar Undang-undang no 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang menarik kewenangan pemerintah kabupaten/kota untuk melakukan lelang kepada pemerintah provinsi.
Namun, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, yang diwakili oleh Dinas ESDM Provinsi Jatim, tidak bisa memastikan adanya koordinasi dan permintaan persetujuan kepada Pemkab Jember sebelum pengajuan wilayah Blok Silo menjadi wilayah tambang logam emas.
Koordinasi terkait penerbitan perizinan itu telah dijabarkan dalam PP no 23 tahun 2010. "Kita akan koordinasikan terlebih dahulu untuk memastikan apakah ada rekomendasi dan koordinasi antara pemprov dan Pemkab Jember waktu itu," ungkap Harsusilo, perwakilan dari ESDM Provinsi Jatim.
Perwakilan Kementerian ESDM menegaskan, sesuai aturan kewenangan pengajuan wilayah tambang ada di pemerintah provinsi.
"Tapi dalam aturan itu pula disebutkan bahwa pemerintah propinsi harus melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan kabupaten/kota dimana lokasi tambang berada," kata Soni Hadi dari Kementerian ESDM.
"Asumsi kami, bahwa pada saat itu Pemprov Jatim telah berkoordinasi dengan Pemkab Jember. Memang tidak disebutkan dengan jelas bentuk koordinasi itu, apakah dengan surat atau sekedar rapat koordinasi," ungkap Soni Hadi.
Bupati Jember Faida menegaskan semenjak dilantik pada 17 Februari 2016, pihaknya sama sekali belum pernah diajak berkoordinasi soal Blok Silo. "Kita juga sudah telusuri dokumen-dokumen dan tidak ada satupun soal persetujuan. Hingga saat ini, tidak ada dokumen apapun soal Blok Silo," ujarnya.
“Tapi ada yang lebih besar dari soal koordinasi. Yang perlu ditandaskan adalah semua masyarakat Jember menolak tambang emas Blok Silo, dan kami tidak ingin situasi menjadi tidak kondusif, sehingga kami sangat berharap ada revisi atau peninjauan kembali soal keputusan menteri soal WIUP Blok Silo," tegasnya.
Lebih lanjut Bupati Faida menjelaskan, gubernur tidak hanya memiliki kewajiban untuk berkoordinasi dengan pemkab terkait usulan penetapam WIUP. Ada kewajiban lainnya.
“Di dalam Kepmen ESDM No 1798 tentang Petunjuk Teknis penetapan WIUP, gubernur memiliki kewajiban untuk memverifikasi lokasi tambang berada pada Rencana Tata Ruang Kabupaten Jember, informasi pemanfaatan lahan, karakteristik budaya masyarakat berdasarkan kearifan lokal, termasuk daya dukung lingkungan sebelum mengajukan usulan penetapan WIUP ke Kementerian ESDM," tambahnya.
Terkait pelaksanaan Kepmen ESDM No 1798 tersebut, perwakilan dari Pemprov Jatim tidak mampu menunjukkan bukti-bukti.
Salah satu Majelis Pemeriksa dalam sidang mediasi ini, Jimy Z Usfan, menyatakan, kewenangan lelang WIUP ada di provinsi. Saat ini bisa jadi Pemprov Jatim tidak melakukan lelang. Namun, suatu saat Blok Silo masih terbuka untuk dilelang.
"Kita sayangkan dari Pempov Jatim belum bisa memastikan koordinasinya dengan Pemkab Jember. Tetapi, kalau memang ada kesalahan prosedur, kita akan meminta keputusan menteri untuk ditinjau kembali," ujarnya.
Sidang akhirnya ditunda dengan pemberitahuan lebih lanjut untuk mengumpulkan lebih banyak bukti-bukti dan keterangan pihak-pihak terkait.
Sidang mediasi dipimpin Majelis Pemeriksa, yang terdiri dari lima orang, yakni Agus Riwanto, Jimy Z Usfwan, Nasrudin, Ardiansyah, dan Ninik Hariwati. Serta satu orang ahli. Sementara para pihak yang hadir yakni Pemprov Jatim, Kementerian ESDM, dan Pemkab Jember. (*f2)
Sumber: jember.go.id
Open Comments Close Comments