Petugas pendataan tengah melakukan perekaman data kependudukan bagi pasien gangguan kejiwaan di Panti Jamrud Biru. (chotim)
Mereka mulai mendata pasien secara elektronik. “Tapi, ada kendala jaringan internet ke Kemendagri, jadi dilanjutkan besok,” kata Suhartono, petugas panti.
Rencananya, katanya, pasien jiwa direkam dan akan memiliki nomer kependudukan. Mereka juga akan diberikan hak menjadi pemilih dalam Pileg dan Pilpres 2019.
Suhartono menyebut saat ini memang ada juga peraturan dari kementrian sosial terkait data pasien. Data pasien harus fiks dan terdata secara elektronik. Mereka direkam sidikjari dan retina sebagai identitas kependudukan.
Saat Pilkada Walikota baru lalu, pasien jiwa di sini belum ikut karena tidak masuk dalam daftar pemilih. Hal ini karena pasien tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau data kependudukan. “Tapi terus terang saya masih bingung, nanti teknisnya bagaimana,” katanya.
Dibayangkan nanti saat pencoblosan, dengan jumlah kertas suara yang banyak, dan dengan pilihan yang banyak. Apa pasien mampu menentukan pilihan.
Sementara, Ketua Dewan Pembina Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia, Siswadi, membenarkan jika orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) memiliki hak pilih. Sehingga ini perlu diakomodir sesuai dengan amanah undang-undang.
Sementara, informasi yang dikumpulkan penyelengara pemilu dalam hal ini Petugas Pemutakhiran Data Pemilih pada saat melakukan pendataan pemilih harus tetap mendata pemilih penyandang disabilitas ganguan jiwa selama belum ada surat keterangan ahli jiwa tentang cacat permanen yang dialami oleh pemilih.
Setidak desain Pilkada ini tidak akan lagi diskriminatif terhadap pemilih disabilitas, lebih khusus lagi pada disabilitas ganguan jiwa dan ingatan. Karena susunguhnya mereka secara kostitusional memiliki hak yang sama. (chotim/win)
Open Comments Close Comments