✍Media gumukmas/Budaya
Seni budaya wayang kulit.
Media gumukmas, Wayang kulit adalah seni berkualitas dunia - Wayang kulit merupakan salah satu dari sekian banyak budaya bangsa Indonesia yang telah ada sejak dahulu kala. Hingga saat ini wayang kulit sesungguhnya merupakan budaya yang memiliki nilai seni tinggi dan nilai-nilainya mampu merasuk kedalam jiwa penontonnya.
Disamping itu wayang juga memiliki kerumitan yang cukup tinggi sehingga memerlukan orang-orang cakap untuk bisa memainkannya khususnya sang Dalang. Hal ini menjadikan wayang kulit sebagai salah satu seni yang berkelas di Indonesia, sehingga tidak setiap saat dan tidak setiap orang mampu mengelar wayang kulit yang berkualitas. Melalui pemeranan tokoh dalam wayang tersebut, sang Dalang yang piawai akan menyusupkan pesan-pesan moral maupun spritual yang luhur. Demikian diungkapakan Kapendam IV/Dip Kolonel Arh Zaenudin, SH, M.Hum di sela-sela acara Pagelaran Wayang Kulit di RRI Semarang, Jumat (12/4/2019)
Dahulu wayang juga digunakan para Wali untuk melakukan Syiar di berbagai wilayah Indonesia khususnya ditanah Jawa. Inilah yang membuat wayang kulit begitu merakyat di tanah Jawa dan terbukti mampu membawa perubahan yang luar biasa pada kehidupan sosial kemasyarakatan. Tak hanya itu, melalui seni wayang mampu dengan mudah mengumpulkan masyarakat untuk berkumpul dan bersilaturahmi dalam kebhinekaan. Wayang kulit terbukti mampu menjadi senjata pemersatu dan perubahan sosial masyarakat, Ungkap Kolonel yang juga memiliki hoby wayang tersebut.
“Sangat disayangkan, kalau wayang kulit sudah mulai agak asing dalam kehidupan anak-anak jaman sekarang. Tidak setiap saat kita bisa saksikan pagelaran wayang kulit baik secara langsung maupun melalui media. Seni yang begitu bernilai dan merakyat ini seolah hampir tenggelam karena tertimpa budaya-budaya asing yang begitu masif menyerang generasi muda saat ini. Berapa banyak group wayang kulit di Indonesia atau berapa banyak dalang progesional yang kita punya”, ungkap Zaenudin. Diperlukan upaya keras berupa terobosan-terobosan untuk mendongkrak keembali wayang kulit dalam kehiduoan masyarakat.
Di lingkungan kerja prajurit, Khusus terkait budaya, Kodam IV/Dip telah berkomitmen untuk turut serta melestarikan budaya bangsa khususnya yang ada di Jateng-Diy. Salah satu yang hingga saat ini terus dipelihara adalah seni Karawitan/Gamelan dimana menjadi bagian penting dari Wayang Kulit. Hal yang juga tidak kalah menarik adalah terdapat prajurit/perwira yang juga memiliki kemampuan mendalang, salah satunya adalah Letda Arm Sugiharto, Danton Yon Armed 3/105 Tarik.
Sebagai prajurit TNI AD, Sugiharto tidak meluluhkan kecintaan dan kemauannya untuk melestarikan budaya bangsa sebagai dalang wayang kulit, sehingga dalam kesehariannya dijuluki Ki Mantep.
Komandan Batalyon Armed 3/105 Tarik Letkol Arm Irwansah, S.A.P dalam rilis tertulisnya di Magelang, Kamis (11/4/2019), mengungkapkan “Letnan Sugiharto, memang piawai dalam memainkan wayang kulit, sehingga dalam acara peringatan Hari Jadi Kota Magelang ke-1113, yang bersangkutan tampil di kawasan situs bersejarah Kota Magelang, Mantyasih, sejak Rabu malam (10/4/2019) sampai Kamis pagi (11/4/2019),”.
“Lakon yang dimainkan, Letnan Sugiharto, atau kita panggil Ki Mantep yaitu cerita Setyaki Krida,”imbuhnya.
Menurut lulusan Akmil tahun 2001 ini, pertunjukan yang ditampilkan oleh Sugiharto mungkin hal yang baru dan sangat jarang ada.
“Tidak hanya menunjukkan keterampilan dalam hal mendalang, tapi juga menunjukkan bahwa prajurit TNI AD peduli terhadap warisan budaya bangsa yang harus kita jaga, pelihara dan lestarikan,”tegas Perwira kelahiran Malang ini.
Lebih lanjut Irwansah mengungkapkan bahwa sesungguhnya dunia pewayangan bagi Sugiharto bukanlah hal yang baru, karena
Kakeknya seniman dan ayahnya pemain wayang orang.
Terpisah, Dalang Letda Sugiharto menceritakan “Sejak kecil saya tidak pernah absen menonton wayang, meskipun harus begadang sampai malam, kemudian muncul keinginan untuk mempelajari wayang,” ucapnya.
“Kemudian saya belajar kepada seorang dalang asal Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang beberapa kali berlatih, ternyata dinilai berbakat menjadi dalang. Saya pun makin semangat belajar wayang, meskipun dengan otodidak di sela-sela aktivitas sebagai anggota TNI AD,”tambahnya.
Sugiharto menyampaikan, pada pementasan cerita Setyaki Krida, dirinya ingin menyampaikan pesan dan menanamkan nilai-nilai keprajuritan yang dimiliki Kusir dari Prabu Kresna itu.
“Tokoh Setyaki jarang dijadikan tokoh utama, namun dengan karakter yang dimilikinya maka diangkat sebagai tokoh utama ceritera ini,”ujar Sugiharto
Lebih lanjut Sugiharto menceritakan tentang perjalana Setyaki yang dimasa mudanya gemar olah keprajuritan dan bertapa, yang menjadikan dirinya sangat sakti.
“Ketika perang Bharatayudha, Setyaki sangat setia menjadi kusir kerata Prabu Kresna ke medan perang membantu para Pandawa. Ia meninggal dunia setelah Perang Bharatayudha dengan kemenangan para Pandawa akibat perang Gada sesama Wangsa Yadawa, Wresni dan Andaka,”tuturnya.
“Falsafah yang bisa diambil dari tokoh Setyaki adalah seorang punggawa yang jujur, cerdas, bertanggungjawab, kuat hati, tidak mengenal menyerah, pengabdian sangat total, seorang religius, mencintai rakyat dan sangat setia kepada pimpinan,”imbuhnya
Pada saat adegan ‘Limbukan’ atau adegan setelah adegan pertama (jejer sepisan) yang biasanaya adegan inter mezo untuk mengendurkan urat syaraf penonton, Sugiharto menampilkan tokoh punakawan , yaitu Petruk dan Bagong.
” Karena menjelang pemilu, maka kita angkat tema sinergitas antara pemerintah dengan TNI dan Polri di dalam mensukseskan Pemilu 2019,”tandasnya.
“Untuk bisa menjadi dalang, bukan hanya talenta yang diperlukan. Hobby yang diikuti dengan kesempatan menyaksikannya serta mempraktekkannya turut menggembleng kepiawaian seorang dalang. Memang kelengkapan wayang tidaklah murah, sehingga perlu langkah untuk memberikan kesempatan kepada setiap anak bangsa yang ingin mencobanya. Rumongso melu Handarbeni, Wajib melu Hangrungkepi dan Mulat Sariro Hangrosowani (merasa ikut memiliki, wajib ikut menjada dan keberanian mawas diri) adalah salah satu pesan pahlawan kita Pangeran Samber Nyowo yang perlu kita aplikasikan untuk melstarikan budaya bangsa”, pungkas Kolonel Arh Zaenudin.
Disamping itu wayang juga memiliki kerumitan yang cukup tinggi sehingga memerlukan orang-orang cakap untuk bisa memainkannya khususnya sang Dalang. Hal ini menjadikan wayang kulit sebagai salah satu seni yang berkelas di Indonesia, sehingga tidak setiap saat dan tidak setiap orang mampu mengelar wayang kulit yang berkualitas. Melalui pemeranan tokoh dalam wayang tersebut, sang Dalang yang piawai akan menyusupkan pesan-pesan moral maupun spritual yang luhur. Demikian diungkapakan Kapendam IV/Dip Kolonel Arh Zaenudin, SH, M.Hum di sela-sela acara Pagelaran Wayang Kulit di RRI Semarang, Jumat (12/4/2019)
Dahulu wayang juga digunakan para Wali untuk melakukan Syiar di berbagai wilayah Indonesia khususnya ditanah Jawa. Inilah yang membuat wayang kulit begitu merakyat di tanah Jawa dan terbukti mampu membawa perubahan yang luar biasa pada kehidupan sosial kemasyarakatan. Tak hanya itu, melalui seni wayang mampu dengan mudah mengumpulkan masyarakat untuk berkumpul dan bersilaturahmi dalam kebhinekaan. Wayang kulit terbukti mampu menjadi senjata pemersatu dan perubahan sosial masyarakat, Ungkap Kolonel yang juga memiliki hoby wayang tersebut.
“Sangat disayangkan, kalau wayang kulit sudah mulai agak asing dalam kehidupan anak-anak jaman sekarang. Tidak setiap saat kita bisa saksikan pagelaran wayang kulit baik secara langsung maupun melalui media. Seni yang begitu bernilai dan merakyat ini seolah hampir tenggelam karena tertimpa budaya-budaya asing yang begitu masif menyerang generasi muda saat ini. Berapa banyak group wayang kulit di Indonesia atau berapa banyak dalang progesional yang kita punya”, ungkap Zaenudin. Diperlukan upaya keras berupa terobosan-terobosan untuk mendongkrak keembali wayang kulit dalam kehiduoan masyarakat.
Di lingkungan kerja prajurit, Khusus terkait budaya, Kodam IV/Dip telah berkomitmen untuk turut serta melestarikan budaya bangsa khususnya yang ada di Jateng-Diy. Salah satu yang hingga saat ini terus dipelihara adalah seni Karawitan/Gamelan dimana menjadi bagian penting dari Wayang Kulit. Hal yang juga tidak kalah menarik adalah terdapat prajurit/perwira yang juga memiliki kemampuan mendalang, salah satunya adalah Letda Arm Sugiharto, Danton Yon Armed 3/105 Tarik.
Sebagai prajurit TNI AD, Sugiharto tidak meluluhkan kecintaan dan kemauannya untuk melestarikan budaya bangsa sebagai dalang wayang kulit, sehingga dalam kesehariannya dijuluki Ki Mantep.
Komandan Batalyon Armed 3/105 Tarik Letkol Arm Irwansah, S.A.P dalam rilis tertulisnya di Magelang, Kamis (11/4/2019), mengungkapkan “Letnan Sugiharto, memang piawai dalam memainkan wayang kulit, sehingga dalam acara peringatan Hari Jadi Kota Magelang ke-1113, yang bersangkutan tampil di kawasan situs bersejarah Kota Magelang, Mantyasih, sejak Rabu malam (10/4/2019) sampai Kamis pagi (11/4/2019),”.
“Lakon yang dimainkan, Letnan Sugiharto, atau kita panggil Ki Mantep yaitu cerita Setyaki Krida,”imbuhnya.
Menurut lulusan Akmil tahun 2001 ini, pertunjukan yang ditampilkan oleh Sugiharto mungkin hal yang baru dan sangat jarang ada.
“Tidak hanya menunjukkan keterampilan dalam hal mendalang, tapi juga menunjukkan bahwa prajurit TNI AD peduli terhadap warisan budaya bangsa yang harus kita jaga, pelihara dan lestarikan,”tegas Perwira kelahiran Malang ini.
Lebih lanjut Irwansah mengungkapkan bahwa sesungguhnya dunia pewayangan bagi Sugiharto bukanlah hal yang baru, karena
Kakeknya seniman dan ayahnya pemain wayang orang.
Terpisah, Dalang Letda Sugiharto menceritakan “Sejak kecil saya tidak pernah absen menonton wayang, meskipun harus begadang sampai malam, kemudian muncul keinginan untuk mempelajari wayang,” ucapnya.
“Kemudian saya belajar kepada seorang dalang asal Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang beberapa kali berlatih, ternyata dinilai berbakat menjadi dalang. Saya pun makin semangat belajar wayang, meskipun dengan otodidak di sela-sela aktivitas sebagai anggota TNI AD,”tambahnya.
Sugiharto menyampaikan, pada pementasan cerita Setyaki Krida, dirinya ingin menyampaikan pesan dan menanamkan nilai-nilai keprajuritan yang dimiliki Kusir dari Prabu Kresna itu.
“Tokoh Setyaki jarang dijadikan tokoh utama, namun dengan karakter yang dimilikinya maka diangkat sebagai tokoh utama ceritera ini,”ujar Sugiharto
Lebih lanjut Sugiharto menceritakan tentang perjalana Setyaki yang dimasa mudanya gemar olah keprajuritan dan bertapa, yang menjadikan dirinya sangat sakti.
“Ketika perang Bharatayudha, Setyaki sangat setia menjadi kusir kerata Prabu Kresna ke medan perang membantu para Pandawa. Ia meninggal dunia setelah Perang Bharatayudha dengan kemenangan para Pandawa akibat perang Gada sesama Wangsa Yadawa, Wresni dan Andaka,”tuturnya.
“Falsafah yang bisa diambil dari tokoh Setyaki adalah seorang punggawa yang jujur, cerdas, bertanggungjawab, kuat hati, tidak mengenal menyerah, pengabdian sangat total, seorang religius, mencintai rakyat dan sangat setia kepada pimpinan,”imbuhnya
Pada saat adegan ‘Limbukan’ atau adegan setelah adegan pertama (jejer sepisan) yang biasanaya adegan inter mezo untuk mengendurkan urat syaraf penonton, Sugiharto menampilkan tokoh punakawan , yaitu Petruk dan Bagong.
” Karena menjelang pemilu, maka kita angkat tema sinergitas antara pemerintah dengan TNI dan Polri di dalam mensukseskan Pemilu 2019,”tandasnya.
“Untuk bisa menjadi dalang, bukan hanya talenta yang diperlukan. Hobby yang diikuti dengan kesempatan menyaksikannya serta mempraktekkannya turut menggembleng kepiawaian seorang dalang. Memang kelengkapan wayang tidaklah murah, sehingga perlu langkah untuk memberikan kesempatan kepada setiap anak bangsa yang ingin mencobanya. Rumongso melu Handarbeni, Wajib melu Hangrungkepi dan Mulat Sariro Hangrosowani (merasa ikut memiliki, wajib ikut menjada dan keberanian mawas diri) adalah salah satu pesan pahlawan kita Pangeran Samber Nyowo yang perlu kita aplikasikan untuk melstarikan budaya bangsa”, pungkas Kolonel Arh Zaenudin.
Gratis langganan updatean via Email!
Open Comments Close Comments