✍Media gumukmas/Istimewa
Dua tersangka pembuat mercon di Lumajang mendapatkan restorativ justice.
Media gumukmas, LUMAJANG - Tersiar kabar penangkapan kedua pemuda tersangka beranisial I.R (23th) dan M.W (25th) warga Curahpetung, Kabupaten Lumajang.
Dari tangan keduanya, petugas berhasil mengamankan 309 mercon dari berbagai ukuran serta 22 bungkus bahan baku pembuatan mercon seperti sumbu dan bubuk mesiu.
Keduanya, akan terjerat pasal 1 ayat (1) UU Darurat RI No. 12 Tahun 1951 yang berbunyi, tanpa hak membuat, menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan dan mempergunakan bahan peledak untuk membuat petasan, dengan ancaman hukuman minimal 12 tahun penjara dan maksimal seumur hidup.
Kedua pelaku memiliki bubuk mesiu tersebut sudah 3 tahun lalu. Dari hasil penyidikan mercon/petasan tersebut rencana untuk kesenangan sendiri bukan untuk diperjual belikan yang akan digunakan pada malam lebaran. Dari penelusuran catatan kriminal, keduanya belum pernah terjerat kasus kriminalitas dan tidak memiliki catatan buruk di kepolisian.
Oleh karena itu Kapolres Lumajang memberikan kebijakan Restorative justice kepada kedua pelaku.
Menanggapi kabar tentang pihak Kepolisian yang lebih memilih melepaskan tersangka kasus pembuatan petasan, Kapolres Lumajang AKBP DR Muhammad Arsal Sahban SH SIK MM MH membenarkannya.
“Memang benar atas atensi saya, hari ini para pelaku pembuat petasan asal Kecamatan Kedungjajang telah kami lepaskan. Dalam ranah hukum, tindakan ini disebut Restorative Justice. Faktor yang mendorong saya mengambil langkah ini karena dari hasil penyidikan, bubuk mesiu ia beli tiga tahun silam dan yg sekarang hanyalah sisa-sisa saja. selain itu pembuatan petasan tidak untuk diperjualbelikan. yang bersangkutan juga tidak ada catatan kriminal, sehingg kami yakin dia tidak akan mengulangi lagi perbuatannya. Pertimbangan kemanusiaan lainnya karena saat ini sudah mendekati hari raya idul fitri, sehingga saya berharap mereka bisa berkumpul dengan keluarganya” ungkap Arsal.
“walaupun mereka saya lepaskan, tidak akan saya longgarkan operasi petasan. saya tidak ingin ada korban jiwa akibat petasan. selain itu pembuatan petasan tanpa ijin resmi merupakan pidana. kita tidak boleh membenarkan sesuatu yang salah, walaupun hal tersebut kita anggap sebagai budaya. kita harus belajar mentaati hukum, karena hukum dibuat untuk menciptakan keteraturan dalam masyarakat” pungkas Arsal.
Kepala Desa curahpetung kec. kedung jajan, Bapak Karno (47 th) menyatakan terimakasih kepada Kapolres “saya sangat berterima kasih atas kebijakan bapak Kapolres melepaskan warga kami. saya berjanji mengawasi mereka untuk tidak membuat petasan lagi. ini merupakan pembelajaran buat mereka dan juga buat saya untuk mengingatkan warga-warga kami tentang larangan petasan” ujarnya.
Restorative Justice, merupakan penyelesaian perkara pidana diluar jalur peradilan. Sesungguhnya telah cukup lama muncul gagasan penerapan restorative justice atau sekarang lazim diterjemahan sebagai keadilan restoratif.
Banyak ahli hukum yang melakukan kajian-kajian keadilan restoratif, tetapi karena belum ada satu Negara pun di dunia yang mempraktekkan secara utuh, ditambah dengan dominannya model non-restoratif maka beberapa pihak menamakan model ini sebagai sesuatu yang baru.
Eva Achjani Zulva dalam disertasi doktornya misalnya, menganggap bahwa pendekatan keadilan restoratif merupakan pendekatan baru dalam upaya penyelesaian perkara pidana yang mengemuka dalam kurun 30 tahun terakhir ini.
Hal ini dikarenakan, keadilan restoratif dalam praktiknya berbeda dengan sistem yang sekarang ada, karena pendekatan ini menitikberatkan adanya partisipasi langsung pelaku, korban dan masyarakat dalam proses penyelesaian perkara pidana.
Dari tangan keduanya, petugas berhasil mengamankan 309 mercon dari berbagai ukuran serta 22 bungkus bahan baku pembuatan mercon seperti sumbu dan bubuk mesiu.
Keduanya, akan terjerat pasal 1 ayat (1) UU Darurat RI No. 12 Tahun 1951 yang berbunyi, tanpa hak membuat, menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan dan mempergunakan bahan peledak untuk membuat petasan, dengan ancaman hukuman minimal 12 tahun penjara dan maksimal seumur hidup.
Kedua pelaku memiliki bubuk mesiu tersebut sudah 3 tahun lalu. Dari hasil penyidikan mercon/petasan tersebut rencana untuk kesenangan sendiri bukan untuk diperjual belikan yang akan digunakan pada malam lebaran. Dari penelusuran catatan kriminal, keduanya belum pernah terjerat kasus kriminalitas dan tidak memiliki catatan buruk di kepolisian.
Oleh karena itu Kapolres Lumajang memberikan kebijakan Restorative justice kepada kedua pelaku.
Menanggapi kabar tentang pihak Kepolisian yang lebih memilih melepaskan tersangka kasus pembuatan petasan, Kapolres Lumajang AKBP DR Muhammad Arsal Sahban SH SIK MM MH membenarkannya.
“Memang benar atas atensi saya, hari ini para pelaku pembuat petasan asal Kecamatan Kedungjajang telah kami lepaskan. Dalam ranah hukum, tindakan ini disebut Restorative Justice. Faktor yang mendorong saya mengambil langkah ini karena dari hasil penyidikan, bubuk mesiu ia beli tiga tahun silam dan yg sekarang hanyalah sisa-sisa saja. selain itu pembuatan petasan tidak untuk diperjualbelikan. yang bersangkutan juga tidak ada catatan kriminal, sehingg kami yakin dia tidak akan mengulangi lagi perbuatannya. Pertimbangan kemanusiaan lainnya karena saat ini sudah mendekati hari raya idul fitri, sehingga saya berharap mereka bisa berkumpul dengan keluarganya” ungkap Arsal.
“walaupun mereka saya lepaskan, tidak akan saya longgarkan operasi petasan. saya tidak ingin ada korban jiwa akibat petasan. selain itu pembuatan petasan tanpa ijin resmi merupakan pidana. kita tidak boleh membenarkan sesuatu yang salah, walaupun hal tersebut kita anggap sebagai budaya. kita harus belajar mentaati hukum, karena hukum dibuat untuk menciptakan keteraturan dalam masyarakat” pungkas Arsal.
Kepala Desa curahpetung kec. kedung jajan, Bapak Karno (47 th) menyatakan terimakasih kepada Kapolres “saya sangat berterima kasih atas kebijakan bapak Kapolres melepaskan warga kami. saya berjanji mengawasi mereka untuk tidak membuat petasan lagi. ini merupakan pembelajaran buat mereka dan juga buat saya untuk mengingatkan warga-warga kami tentang larangan petasan” ujarnya.
Restorative Justice, merupakan penyelesaian perkara pidana diluar jalur peradilan. Sesungguhnya telah cukup lama muncul gagasan penerapan restorative justice atau sekarang lazim diterjemahan sebagai keadilan restoratif.
Banyak ahli hukum yang melakukan kajian-kajian keadilan restoratif, tetapi karena belum ada satu Negara pun di dunia yang mempraktekkan secara utuh, ditambah dengan dominannya model non-restoratif maka beberapa pihak menamakan model ini sebagai sesuatu yang baru.
Eva Achjani Zulva dalam disertasi doktornya misalnya, menganggap bahwa pendekatan keadilan restoratif merupakan pendekatan baru dalam upaya penyelesaian perkara pidana yang mengemuka dalam kurun 30 tahun terakhir ini.
Hal ini dikarenakan, keadilan restoratif dalam praktiknya berbeda dengan sistem yang sekarang ada, karena pendekatan ini menitikberatkan adanya partisipasi langsung pelaku, korban dan masyarakat dalam proses penyelesaian perkara pidana.
Open Comments Close Comments